Indonesia memang terkenal dengan sikap gotong royong, saling membantu dalam kesulitan. Kearifan lokal seperti jimpitan juga merupakan bentuk gotong royong di masyarakat. Secara sadar dan sukarela, masyarakat menghimpun bahan pangan atau uang untuk disalurkan kepada tetangga-tetangga mereka yang membutuhkan.
Meski terkesan sederhana, tradisi ini sudah teruji mampu mengatasi permasalahan sosial di sektor ekonomi sejak dulu. Dikutip dari laman Indonesia.go.id, menurut ahli budaya Jawa, Prapto Yuwono, tradisi ini lahir sejak warga desa di Jawa memiliki kesadaran untuk tinggal berkelompok dengan warga lain. Mereka sama-sama memiliki kesulitan ekonomi pada masa penjajahan Belanda.
Dengan kata lain, ini juga merupakan simbol solidaritas dan ketangguhan menghadapi kesulitan ekonomi dari masyarakat pedesaan sejak zaman penjajahan dulu.
Kita pasti memahami bahwa tidak setiap orang memiliki kemampuan ekonomi yang sama. Karena itu, lewat tradisi jimpitan, masyarakat diajak saling peduli dan bahu-membahu untuk mengatasinya. Apalagi ditengah situasi pandemik seperti saat ini. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan harian, banyak yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Desa Blimbinggede Merintis Jimpitan Desa Mulai tepat lan April 2018.
Penggunaan Dana Jimpitan pada tahun pertama di fokuskan pada santunan Kematian . seiring berjalannya waktu penggunaan dana Jimpitan lebih luas lagi cakupannya
Kematian Rp. 1.500.000
Rawat Inap..
Puskesmas Ngraho = 150.000
RS Cepu, Padangan = 250.000
RS Ngawi, Kalitidu = 300.000
RS Bjn, Madiun = 350.000
RS Sby, Solo = 500.000
Kecelakaan ke Sangkal Putung = palur, Gapluk, Merbong yg diberi santunan...
dan alhamdulillah dari gotong royong program jimpitan bisa memiliki kendaraan jimpitan yang di pergunakan untuk berobat warga...